TRANSMEDIARIAU.COM, Pekanbaru - 14 Januari 2022—Forum Gambut dan Mangrove (FGM) menilai rencana kunjungan
kerja Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marvest) ke
Indragiri Hilir bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo terkait rehabilitasi
mangrove, G 20 dan Riau Hijau.
Rencana kunjungan Menteri Luhut ke Indragiri Hilir berawal dari kunjungan kerja Gubernur Riau
Syamsuar pada 7 Januari 2021 ke kantor Kemenko Marvest.
Dalam kunjungannya Gubernur
Syamsuar menyampaikan pembangunan foofd estate (lumbung pangan), hilirisasi sawit dan
kelapa serta replanting sawit dan karet, termasuk pengembangan kawasan mangrove yang
dipadukan dengan budidaya kepiting, lobster, udang dan lainnya. “Di Inhil, kawasannya mangrovenya sangat luas. Ini potensi ekonomi yang luar biasa,” kata Syamsuar
Penyampaian Syamsuar ke Luhut, tidak sejalan dengan kebutuhan di Inhil saat ini. Yang
dibutuhkan adalah rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang rusak sebagai benteng untuk
menahan naiknya air laut dan mengurangi dampak perubahan iklim. Saat ini ribuan hektar kelapa
masyarakat mati akibat intrusi air laut.
“Masyarakat membutuhkan lingkungan yang lestari sehingga dapat meningkatkan ekonomi
berbasis kearifan lokal, bukan investasi yang justru akan memperparah kerusakan ekosistem
mangrove seperti yang sebelumnya,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari,
Inisiator FGM
Selain itu, investasi budidaya kepiting, lobster, udang di kawasan mangrove yang di rencanakan
oleh Syamsuar dan Luhut bertolak belakang dengan pernyaataan Presiden Jokowi saat
peninjauan Mangrove Concervation Forest pada 2 Desember 2021 terkait persiapan pertemuan G
20. “…Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam rangka perubahan iklim, akan kita tunjukan
keseriusan kita merestorasi hutan mangrove, gambut dan lahan-lahan kritis yang ada di negara
kita secara konkrit dan real di lapangan,” kata Jokowi
Temuan FGM di Kecamatan Pulau Burung, tambak udang dan ikan yang dikelola oleh PT Sambu
Grup justru merusak ekosistem mangrove, PT Sambu merubah hutan mangrove menjadi tambak
udang dan ikan. Menurut Illyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK)
Indragiri Hilir, saat ini tutupan hutan mangrove di Pulau Burung hanya tersisa 0,23%1.
Dalam dokumen Riau Hijau luas mangrove di Inhil pada 1990 seluas 112,568 Ha, yang tersebar di 15
Kecamatan. Pada 2019 luas mangrove di Inhil tinggal 95.608 ha. Terjadi pengurangan tutupan
hutan mangrove seluas 16.960 selama 29 tahun.
Dampak dari kerusakan mangrove menyebabkan kerusakan tanaman kelapa sudah sampai pucuk
sekitar 100.000 hektar dari 450.000 hektar luas perkebunan di Inhil. Kerusakan terparah salah
satunya adalah kebun kelapa rakyat di Dusun Sungai Bandung, Desa Tanjung Pasir lebih 1.500
hektar mati total. “Dampaknya, lebih 200 kepala keluarga di dusun tersebut melakukan eksodus
untuk mencari kehidupan baru, akibat hilangnya sumber kehidupan,” kata Okto Yugo Setiyo,
Wakil Koordinator Jikalahari, Inisiator FGM
Bukan hanya sumber penghidupan, rusaknya mangrove juga mengakibatkan abrasi sehingga
merusak pemukiman warga di Desa Kuala Selat. Hingga kini, ada 36 rumah milik hanyut dan rusak
berat.
“Harusnya Syamsuar bicara pemulihan mangrove untuk menyelamatkan pemukiman dan kebun
kelapa masyarakat dan mewujudkan Program Riau Hijau,” kata Okto
FGM meminta Gubernur Syamsuar memfokuskan rehabilitasi kawasan mangrove untuk
perlindungan, keselamatan dan kesejahteraan rakyat.
Narahubung
Okto Yugo Setiyo 085374856435
Aldo 081261116340