Peranan Tuan Guru Sapat dalam Menyebarkan Agama Islam di Indragiri Hilir

Senin, 28 Juni 2021

Syekh Abdurrahman Shiddiq

TRANSMEDIARIAU.com - Pada tahun 1324 H, berangkatlah Syekh Abdurrahman Shiddiq ke Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir. Sapat pada saat itu merupakan Bandar yang ramai di kunjungi oleh pedagang-pedagang luar, sehingga kapal-kapal besar silih berganti bongkar muat di Pelabuhan Sapat. 

Selain itu juga, Sapat juga merupakan tempat orang keluar masuk dari luar daerah yang datang dari Singapura dan Malaysia. Syekh Abdurrahman Shiddiq atau yang lebih dikenal dengan nama Tuan Guru Sapat mencoba mengajak masyarakat agar memahami ajaran Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Atas dasar ini ia mengajak masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Dalam meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat Indragiri Hilir, ia tidak segan-segan masuk hutan sebagai upayanya mengajak masyarakat untuk bersama-sama ikut dengannya.

Ia sendiri kemudian membuka hutan sekitar tiga kilo meter jauhnya dari Sapat untuk dijadikan areal perkebunan kelapa. Usahanya itu benar-benar diikuti oleh masyarakat di daerah itu, yang sebelumnya banyak diantara mereka yang takut menaklukkan hutan lebat karena dianggap angker.

Menurut Ketua Yayasan Syekh Abdurrahman Sidiq, Dr. H M Ali Azhar Mahmud mengatakan, Syekh Abdurrahman Siddiq mempelopori pembuatan parit induk bagi perkebunan kelapa di daerah Sapat tersebut. Sejak parit induk itu dibangun, perkebunan kelapa di daerah itu bertambah luas dan subur, dan penduduk pun semakin bertambah ramai berdatangan ke daerah tersebut. 

Karena ide pembuatan parit ini, maka daerah tersebut dinamakan Parit Hidayat yang artinya petunjuk dari Allah SWT. Sampai sekarang daerah di sekitar parit itu dikenal dengan nama Parit Hidayat.

Gerakannya untuk memperbaiki taraf hidup dan ekonomi masyarakat, ia padukan dengan kegiatannya di bidang pendidikan dan dakwah. Pada mulanya ia hanya mengajar secara berhalaqah di mesjid yang ia bangun itu. Kemudian ia membangun madrasah untuk menampung murid-murid yang ingin belajar kepadanya. Ini adalah madrasah pertama di Indragiri.

"Madrasah ini semakin terkenal tidak hanya di daerah itu tapi juga di Riau pada umumnya dan bahkan sampai ke Singapura dan Malaysia," ujar Ali Azhar, Kamis (28/06/2021).

Karena banyaknya murid-murid yang berasal dari luar daerah, maka dengan dana yang diperoleh dari hasil perkebunan kelapa yang diwakafkannya itu, Syekh Abdurrahman Shiddiq membangun tidak kurang dari seratus pondok untuk dijadikan asrama disekitar madrasah dan mesjid tersebut. Pondok-pondok itu disediakan bagi murid-murid yang benar-benar membutuhkannya tanpa dipungut biaya. 

Syekh Abdurrahman Shiddiq telah membangun sebuah pesantren besar dan lengkap di daerah itu dimana ia sendiri bertindak sebagai kiyainya. Selain itu, kehadirannya di daerah tersebut juga telah ikut menciptakan kerukunan antar suku-suku yang sebelumnya sering bertikai.

Ia melihat bahwa ketidak harmonisan pergaulan antar suku-suku di Indragiri adalah karena dangkalnya pengetahuan mereka terhadap ajaran Islam. 

Ia senantiasa mencoba menyelesaikan problema dalam masyarakat melalui pendekatan dan bahasa agama, karena yang demikian itu memang merupakan bagian dari tugas dan fungsi keulamaannya.

Demikianlah, hanya dalam beberapa tahun saja Syekh Abdurrahman Shiddiq benar-benar telah menempatkan dirinya sebagai pemimpin informal yang kharismatis dan amat dihargai masyarakatnya.

Ia dipanggil oleh masyarakat di daerah Indragiri dengan sebutan "Tuan Guru" atau "Tuan Alim" suatu gelar yang menunjukkan begitu akrabnya ia dengan masyarakat dan begitu besar peranan keulamaannya. 

Namanya kian harum dan kabar tentang kepiawaian dan kealimannya semakin terdengar tidak hanya di berbagai daerah di Indonesia tapi juga sampai ke Singapura, Malaysia dan Fatani di Thailand. 

Menurut Akademisi sekaligus Tokoh Agama Inhil Ali Azhar, Hal ini dimungkinkan selain karena murid-muridnya yang sudah banyak tersebar, juga karena kitab-kitab karangannya yang pada umumnya di cetak di Singapura telah banyak beredar di kawasan itu.

Adapun kitab karangan atau karya-karya tulisan Syekh Abdurrahman Shiddiq adalah Fath al-Alim Fii Tartib al-Talim, Risalah Amal Ma'rifat, Risalah Fi Aqai'd al-Iman, Syair Ibarat dan Khabar Kiamat (Jalan untuk Keinsyafan), Asrar al Shalat min Iddat al-Kutub al-Mu'tabarat, Kitab Al Farai'dh, Majmu'ul Ayat wal Ahadits fi Fadhailil 'Ilmi wal Ulama' Muta'allimin wal Mustami'in, Mau'izah li Nafsi wa li Amtsali minal Ikhwan, Tazkiratun li Nafsi wa li Amtsali, dan lain-lain.

Syekh Abdurrahman Shiddiq juga ikut mengembangkan dan menyebarluaskan 
bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara.

Syekh Abdurrahman Siddiq atau Tuan Guru Sapat merupakan ulama kelahiran Dalam Pagar, Martapura yang melanglang buana dari Pulau ke pulau bahkan sampai ke Singapura dan Malaysia. 

Beliau lahir dari ayah bernama Muhammad ‘Afif Mahmud yang juga dikenal dengan panggilan Datu Landak. Datu Landak merupakan salah seorang yang berjasa dalam pembangunan Masjid Agung Al-Karomah. Jika ditelusuri lebih jauh, Syekh Abdurrahman Siddiq masih merupakan keturunan ulama besar Kalimantan Selatan, yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Syekh Abdurrahman Siddiq wafat di Sapat, Indragiri pada tahun 1939. Tidak sedikit urang Banjar yang berziarah ke makam beliau.