Warga Batubersurat Minta Legalitas Lahan Plasma, 24 Tahun Dipindahkan karena Proyek PLTA

Senin, 04 Maret 2019

TRANSMEDIARIAU.COM, Dibandingkan dengan sembilan desa lainnya yang terkena dampak pembangunan PLTA Koto Panjang, masyarakat Kelurahan Batubersurat merupakan satu-satunya yang belum merasakan hasil kebun yang dijanjikan pemerintah karena hingga saat ini kebun plasma belum terbangun. Bahkan ironisnya, saat ini lahan perkebunan plasma yang diperuntukkan untuk masyarakat Batubersurat dirampas oleh perusahaan. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (hearing) antara Komisi A DPRD Kampar dengan perwakilan masyarakat Batubersurat dan instansi terkait yakni Bagian Tata Pemerintahan dan Otda Setdakab Kampar, Dinas Perkebunan dan Kesehatan Hewan Kampar, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP) Kampar, Camat XIII Koto Kampar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kampar, Senin (4/3/2019) di ruang Banggar DPRD Kampar. Tokoh masyarakat Kelurahan Batubersurat Arman yang juga mantan Lurah Batubersurat menyampaikan penyebab kegagalan pembangunan kebun bagi masyarakat Batubersurat karena Kelurahan Batubersurat berbeda dari desa lainnya yang ikut dipindahkan permukimannya, dimana lahan kebun plasmanya terpisah jauh hingga 15 kilometer dari pemukiman. Sementara desa lainnya satu hamparan dengan pemukiman warga. Saat dia menjabat lurah, hampir 20 tahun, setiap tahun ia selalu mengusulkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) agar pemerintah daerah membangun kebun plasma masyarakat. Namun usulan ini tak pernah digubris pemda. "Sekarang ada kemauan masyarakat dan mendapatkan mitra tapi sekarang dihalang-halangi. Dulu waktu kami pindah dijanjikan pemerintah 2 hektare per Kepala keluarga. Kami hanya minta legalitas lahan, kami menagih janji itu," tegas Arman. Lahan yang dijanjikan pemerintah ini lengkap dengan sertifikat. Tapi dia bertanya kenapa BPN tidak memberikan sertifikat tersebut. Tokoh masyarakat lainnya Jamalus menegaskan bahwa masyarakat tak ingin kasus dipenjarakannya salah seorang tokoh masyarakat Desa Koto Tuo karena memperjuangkan hak masyarakat melawan perusahaan yang sama terulang kembali. Jamalus menyayangkan keluarnya izin prinsip dan izin lokasi di lahan plasma masyarakat Batubersurat. Ia mengajak dinas terkait dan BPN berpihak kepada masyarakat kecil. Tokoh masyarakat lainnya M Rossi Matsah atau akrab disapa Osid Rambo mengungkapkan kelakuan perusahaan PT Sumatera Agro Tunas Utama (PT. SATU) yang mencabuti ratusan pohon kelapa sawit masyarakat berumur sekitar dua tahun di lahan plasma yang diklaim masuk dalam areal PT SATU. Rambo mengungkapkan, lahan masyarakat yang dicaplok perusahaan seluas 319 hektare dari 1.044 hektare yang diperuntukkan bagi 562 kepala keluarga (KK). "Jangan sampai masyarakat dikorbankan karena masyarakat tidak tahan lagi tanaman sawitnya dicabut," ungkap Rambo. Ia mengharapkan Pemkab Kampar segera menyelesaikan hal ini agar masyarakat tidak menyelesaikan dengan caranya sendiri. Rambo juga minta Pemkab Kampar dan BPN mengukur ulang lahan plasma Batubersurat. Jalannya hearing cukup panas karena utusan masyarakat meminta ketegasan Pemkab dan BPN bertindak adil dan berpihak kepada masyarakat. Kepala Bagian Tata Pemerintahan dan Otda Setdakab Kampar Refizal mengungkapkan bahwa tanggal 26 Juli 2017 izin prinsip untuk PT SATU telah ditandatangani Bupati Kampar yakni Alm. H Azis Zaenal dengan Luas 973,71 hektare. Sebelumnya Dinas PMPTSP sudah mengeluarkan izin lokasi 11 Agustus 2017. Saat itu Kepala Dinas PMPTSP adalah Ali Sabri. Berdasarkan izin lokasi, lokasinya berada di Kelurahan Batu Bersurat, Desa Binamang dan Desa Muara Takus. Kepala Bidang Pengaduan Dinas PMPTSP H Sawir mengungkapkan, meskipun izin lokasi untuk PT SATU telah keluar, namun sampai saat ini tidak ada tindaklanjutnya. "Selanjutnya belum ada progres. Waktu mereka mengajukan izin lingkungan mulai gejolak. Sejak mencuatnya masalah, segala izin PT SATU dipending," ucapnya. Kadis Perkebunan dan Kesehatan Hewan H Bustan menyampaikan, Disbun baru melakukan proses apabila apabila sudah ada analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) serta perencanaan makro dari provinsi. "Terhadap PT SATU belum diproses izin pembangunan kebun. Bahan administrasi yang dimiliki PT SATU masih di PMPTSP kemudian diberi ke DLH," katanya. Kepala Seksi Perkara dan Penyelesaian Masalah Pertanahan (PPMP) BPN Kampar M Arif S menegaskan, bukti kepemilikan PT SATU terhadap lahan itu belum ada dan belum memiliki hak guna usaha (HGU). "HGU belum didaftarkan walaupun prosesnya di Kanwil BPN. Perusahaan PT SATU belum terdaftar sebagai pemegang HGU," ungkap Arif. Mengenai pengukuran, pihaknya telah mendapat peta bidang tanah yang diterbitkan Kanwil BPN namun masih foto copy. "Terkait pengukuran ulang hanya bisa dilakukan terhadap lahan yang telah bersertifikat. Peta bidang bukan tanda bukti hak. Tanda bukti hak hanya sertifikat," terangnya. Ia mengakui telah terjadi pengukuran tahun 2000 yang menginformasikan letak dan luas lahan tersebut. "Mumpung HGU belum diperoleh kami akan surati Kanwil bahwa terjadi permasalahan terkait tanah yang berizin lokasi PT SATU. Kalau ada permohonan HGU mohon dipertimbangkan," ujarnya. Menanggapi diskusi dan perdebatan dalam hearing ini, Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kampar Repol didampingi Wakil Ketua Komisi A Yuli Akmal menegaskan bahwa segala izin yang diajukan PT SATU jangan diproses dulu. Ia minta pihak perusahaan maupun masyarakat menghentikan aktivitas di lahan yang diklaim milik masyarakat yang caplok PT SATU seluas 319 hektare sebagaimana surat Bupati Kampar. "Kalau masih ngotot dia jangan keluarkan izinnya," tegas Repol. Repol mengingatkan berbagai pihak hati-hati mengeluarkan izin. Dalam kesempatan ini ia berjanji DPRD khususnya Komisi A akan membantu membuat surat ke Kanwil BPN agar mempertimbangkan usulan HGU perusahaan.
Sumber : Cakaplah