4 Alasan Kubu Prabowo Tak Percaya Jokowi Unggul, Mulai Dari survei Pesanan Sampai Survei LSI Denny JA Bukan Tuhan

Jumat, 26 Oktober 2018

TRANSMEDIARIAU.COM, Beberapa lembaga telah merilis hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres. Hasilnya, pasangan Jokowi-Ma'ruf selalu unggul dibandingkan Prabowo-Sandiaga. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin sekitar di atas 50 persen, sedangkan Prabowo-Sandi di kisaran 30 persen. Terpaut jauh. Barisan kubu Prabowo banyak tak percaya dengan hasil beberapa lembaga survei. Berikut alasannya: 1. Lembaga survei hasil pesanan Beberapa lembaga survei mengatakan elektabiltas Jokowi lebih tinggi dibandingkan Prabowo. Ini membuat Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono curiga terhadap lembaga survei yang memenangkan elektabilitas Capres petahana Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia melihat, lembaga survei tersebut pesanan. Apalagi sejak diundang ke Istana pada bulan Mei lalu dan bertemu Jokowi. "Lima lembaga survei yang menyatakan elektabilitas Joko Widodo-Ma'ruf Amin selalu leading patut dicurigai. Pertama, kelima lembaga survei opini tersebut sebelumnya di bulan Mei 2018 diundang ke Istana. Artinya ada pesan-pesan khusus alias pesanan survei serta tidak independen," kata Arief. Diketahui, hasil survei SMRC pada September menyebutkan, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin 60,4 persen dan Prabowo-Sandiaga 29,8 persen. Sementara 9,8 persen tidak menjawab. Kemudian, Indikator Politik menyebutkan, Jokowi-Ma'ruf Amin mendapatkan 57,7 persen dan Prabowo-Sandiaga Uno 32,3 persen. Survei dilakukan pada 1-6 September 2018 lalu. 2. Hasil lembaga survei sering salah Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak menanggapi santai hasil survei dilakukan mengenai elektabilitas capres-cawapres Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Berdasarkan survei SMRC, elektabilitas Jokowi mencapai 60,4 persen dan Prabowo 29,8 persen. "Wajar bila Petahana surveinya lebih tinggi, dan itu terjadi dibanyak tempat, namun belakangan ini terlalu sering lembaga survei salah dan hasilnya petahana kalah," kata Dahnil. Menurut Dahnil, hasil survei tersebut tak bisa menjadi rujukan terhadap hasil pemilihan akhir. Dia mengambil contoh saat penyelenggaraan Pilkada DKI 2012 dan 2017 lalu. 3. Lebih percaya survei internal Survei yang dilaksanakan LSI Denny JA pada 10-19 Oktober 2018, atau setelah terungkapnya kebohongan Ratna Sarumpaet, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di angka 57,7 persen. Keduanya tetap unggul dibandingkan lawannya, Prabowo-Sandiaga di angka 28,6 persen. Sedangkan pemilih belum memutuskan sebesar 13,7 persen. Melihat hasil tersebut, cawapres Sandiaga Uno tak percaya hasil survei yang dibuat LSI, lantaran berbeda dengan survei tim internalnya yang elektabilitas naik mengejar Jokowi-Ma'ruf. "Tentunya itu tambahan data yang kita apresiasi, tapi survei kami yang baru dirilis kepada tim karena survei kami internal dan tidak pernah kami publikasikan karena ini bagian daripada strategi, kedudukan kami mengejar," kata Sandiaga. 4. Prabowo bilang Denny JA bukan Tuhan Sementara itu Capres Prabowo juga menanggapi hasil survei LSI Denny JA. Menurutnya, hasil survei tergantung siapa yang bayar. "Hah Denny JA, terima kasih hahaha, Survei-survei itu bagaimana yang bayar, kenapa enggak ada yang nanya soal susu sih, tanyanya soal susu," katanya saat jumpa pers usai deklarasi Gerakan Emas di Stadion Klender, Jakarta Timur, Rabu (24/10). "Kenapa survei Denny JA, Denny JA itu apa? Tuhan? bukan kan? di bidang polling. Santai saja nanti saya juga bisa bikin polling," ujar Prabowo.***   Sumber: merdeka.com